Sabtu, Oktober 21, 2017

BELAJAR

Hari ini aku merasa bersyukur karena dokter pembimbingku puas dengan hasil pekerjaanku. Hasil akhirnya benar, dan sesuai dengan kemauan beliau. Wah, kalau begini bisa dipercaya pasien lainnya. Puji Tuhan.. Semoga dengan ini saya bisa cepat pulang ke Semarang.

Pengalaman di Bekasi dan RSPAD benar benar membahagiakan. Saya merasa dapat banyak ilmu dan bisa diterapkan semuanya. Dokter dokternya tidak pelit ilmu, apapun yang saya tanyakan pasti dijawab dengan baik dan lengkap. Berbeda ketika saya koas dulu. Sungguh saya merasa banyak ilmu yang drahasiakan dan saya harus belajar sendiri. Puji Tuhan karena di sini berbeda.

Sikap tenaga medis yang seperti ini sanat dibutuhkan oleh banyak pengajar. Dengan tujuan tidak menjerumuskan anak didik, dan akhirnya banyak terapi yang benar diberikan kepada masyarakat. Angka malpraktik akan menurun karena setiap dokter mumpuni dan berkualitas. Tapi seringkali yang didapati banyak dosen yang arogan dan egois, tanpa merendahkan siapapun. Arogan dalam artian merasa hanya beliau yang paling benar, padahal bisa jadi mahasiswanya baru saja membaca jurnal terbaru dan ada revisi dari ilmu medis yang lama. Egois di sini artinya dia tidak mau membagi ilmu karena jika mahasiswanya mnjadi pintar maka semua pasien akan berpindah ke mahasiswa ini dan akhirnya pendapatannya berkurang. Tapi di atas itu semua saya menghormati setiap dosen saya, karena tanpa mereka saya juga tidak bisa menjadi seperti sekarang. Namanya juga manusia banyak yang berbeda beda. Mari melihat bagian ini dengan pandangan bahwa tanpa dosen seperti itu, saya juga tidak mungkin menjadi tekun dan memilliki daya juang dan daya ingin tahu yang besar.

Di atas itu semua, kita memang harus terus belajar, dari manapun sumbernya. Karena dengan cara seperti itu kita menjadi lebih bijak. Semakin saya belajar, semakin banyak yang saya tidak tahu.
Selamat belajar!

Selasa, Oktober 17, 2017

Thalasemia Part 3

Yah sel darah saya saat ini ada banyak yang rusak. Kalau orang lain bulat bulat, saya ada yang pecah, berbentuk bulat sabit, ada yang seperti bintang, sel target, seperti bola golf, dan lain lain. Jadi indah yah? Padahal kalau tinggal kurang dari 30% pasti bleeding. Hahaha.. Saya tidak pernah menceritakan hal ini kepada keluarga besar saya, karena pernah terucap begini kepada saya, "Ta, kalau pilih suami dicek bener bener dari gen yang terbaik, tau tau thalasemia kan ga lucu!" Gimana rasanya hayo kamu dibilang seperti itu padahal kamu sendiri penderitanya? Saya ekstrovert yang introvert berkat ini. 😆 Di sini saya hanya berusaha menceritakan apa adanya, tidak ada yang ditambah, tapi sebenarnya banyak detail yang saya lupa. Saya juga tidak sedang meratapi nasib. Kebetulan saja mungkin menurut orang lain nasib saya kurang beruntung. Berat memang awalnya, tapi karena ini saya makin tau rasanya berempati. Saya tetap akan kuat, karena ada kekuatan dari surga yang menguatkan. Dan saya akan tetap bahagia, karena ada ribuan berkat lain yang saya terima. 

Semoga aku diberikan umur panjang, sehingga kalau Tuhan anugrahkan kluarga, aku bisa mengurus dan mendidik anak2ku kelak. Gilanya, saya pgn punya 4 anak! Hahaha..


Demikianlah sharing panjang tentang perjuangan menerima kondisi ini. Proses dari Tuhan yang panjang membentuk saya untuk tidak mudah mengeluh. Semoga saya bisa jadi orang yang lebih baik. 

Thalasemia Part 2

Hari itu, saya langsung sms mb Lusi. Aku percaya dia tau betapa patah hati ini. Karena dia sndri didiagnosis MVP (mitral valve prolapse). Dia berusaha menghibur dua hari setelah itu. Tapi tetap tidak membuahkan hasil. Saya tetap menangis. Orang tua saya shock! Dan laki laki yg mendekati saya waktu itu mundur pelan pelan. So perfect! 

Sampai akhirnya, dengan segala air mata dan keputusasaan, malam itu saya berdoa. "Tuhan apa kehendakMu memberi saya ini?"
Indah kataNya. Ini bukan kesalahan atau dosa dari saya atau orang tua saya atau nenek buyut saya, tapi supaya kehendakNya nyata dalam hidup saya. 

Berangsur angsur saya mulai menatap hari esok kembali. Saya memberanikan diri menemui dr Suci kembali. Ternyata butuh dua bulan untuk melakukan ini.

Saya konsultasi dan kembali menangis. Di situ beliau menjelaskan tentang penyakit ini. Akan ada masa satu kali seumur hidup saya perlu transfusi. Tapi jika saya bisa menjaga kondisi tubuh, saya bisa tidak mengalaminya. Saya juga harus berhati hati saat hamil dan persalinan kelak. Untuk persalinan normal pasti kurang lebih keluar darah 500cc dan persalinan caesar 1000cc alias satu liter. Saya harus punya stock darah. 

Dan pasangan saya harus tau tentang ini. Dia tidak perlu cemas karena ini tidak menular. Tapi memang alangkah baiknya jika dia memeriksakan diri juga. Dengan harapan gen terbaik yang akan diwariskan. Yap, thalasemia bisa diturunkan. Dan tentu ini bukan bibit yang baik. Kalau calon mertuaku tau ttg thalasemia mgkn aku jg bakal ditolak. Haha.

Aku masih percaya mukjizat. Bukan utkku, karena ini tidak bisa sembuh. Aku percaya utk anak anakku kelak. Mreka tidak dapat gen ini. 

Hal ini membuatku menutup diri cukup lama utk laki laki. Saya tidak bisa berbohong. Tapi saya juga lelah mengalami banyak penolakan. Mereka yang mendekati saya, tapi ujung ujungnya mereka juga yang pergi. Saya tidak bisa berharap banyak. Karena memang seperti inilah. Saya percaya hanya laki laki yang takut akan Tuhan yg bisa menerima saya apa adanya. Sayangnya belum ada yang saya dapati begini. Saya akhirnya bersikap tidak jelas. Takut memberi harapan, padahal setengah mati merindu. Hahaha. I will never give my best. 

Sakit ini tidak mengerikan, tapi kalau kumat sangat melemaskan. Yah hidup tidak ada yang sempurna. Terkadang saya heran dengan orang orang yang sangat ambisius dengan sesuatu. Seakan akan mereka pantas memiliki semuanya. Padahal semakin ambisius, seringkali banyak yg terlewat. Yah, ak pernah seperti itu. Dan saya bersyukur bisa mengalami pelajaran berharga. Hidup ini tidak sempurna. Tidak semua yang terbaik bisa kita dapatkan. Tapi selama kita mau belajar dan mengasihi apa yang ada, kita dapat banyak dari yg sudah kita punya. 

Minggu, Oktober 15, 2017

Thalasemia Part 1

Kadang aku nangis, karena inget punya sakit ini. Apalagi pas kumat, dan darah yg ditelen. Tidak tahu bagaimana, tapi otomatis ga cuma darah yg mengalir, tapi jg air mata. Ditambah kalau tulang belakang sakit semua, aku tau it pertanda sel darah merahku butuh banyak dibuat. Alias banyak yg rusak. Somehow ga semua orang bisa mengerti ini. Hal ini membuatku enggan bercerita dan kurasakan sendiri. Aku bersyukur karena bukan keganasan, walau memang tidak bisa sembuh. Aku bersyukur di tengah air mata, ada kekuatan yang tidak tahu dari mana kurasakan. 

Perjalanan ini dimulai saat semester empat. Tita, dengan riwayat suka lemes, gampang capek, sering di 'underestimate' karena banyak alasan utk kabur. Hari itu, hari Kamis. Kami praktikum memeriksa tentang sel darah. Setiap mahasiswa belajar mengambil darah temannya. Aku belajar mengambil darah atau sampling, dan aku jg diambil darahnya. Jujur aku lupa siapa yang mengambil darahku. Yang pasti setelah berhasil sampling, kami belajar mengecat preparat darah hapus kami dan belajar menganalisisnya di bawah mikroskop. Saat kami melakukan analisis ini, dosen pembimbing kami, dr Wayan Suci Sp.PK datang. Beliau baik sekali dan sedang bahagia. Tapi moodnya berubah ketika melihat salah satu mikroskop kami. Dia kaget! Lalu sedikit berteriak, "Ini darah siapa?", "Siapa yang pakai mikroskop inj?" Kami bingung. Kami pkir kami buat salah. Lalu teman kami, Icha, mengangkat tangannya dan menjawab, "saya dok, dan it darahnya Tita." Kontan, dr Suci langsung memanggil saya. "Tita lihat sel yang saya tunjuk!", perintah beliau. Lalu saya lihat. Saya tidak tahu it sel apa. Karena baru kali itu saya melihatnya, sel yang kemudian tidak akan pernah saya lupakan seumur hidup saya. Setelah it, dr Suci duduk lemas. Dia tidak berbicara sedikit pun.


Seminggu kemudian saat responsi, dr Suci dan 15 mahasiswa termasuk saya, membahas tentang sel asing yang kami belum tahu. Oh iya, dr Suci saat itu sedang mengambil disertasi tentang thalasemia. Di siang bolong it, dr Suci mengatakan dengan sedih di hadapan 15 mahasiswa, "itu adalah sel penanda thalasemia." Tentu yg lain kaget! Saya? Saya rasanya mau mati saja! Rasanya seperti ada petir menyambar di kepala! Saya hanya bisa terdiam. Malu! Ada 30 telinga mahasiswa saat itu. 

Belas Kasihan

dr. Prasarita Esti Pudyaningrum Hidup di dunia penuh tuntutan, target tinggi, dan penuh dengan ekspektasi melampaui batas dari orang lain ...