Senin, September 23, 2024

Tuhan tidak bisa Dimanipulasi

 Tuhan tidak bisa dimanipulasi

dr. Prasarita Esti Pudyaningrum

 

Soe sedang sangat berkabut dan sering mendung akhir-akhir ini. Situasi yang sangat cocok untuk kembali tarik selimut dan memejamkan mata. Dalam mendung dan kesyahduan ini kembali Tuhan berbicara. Jujur hari ini saya masih sangat sedih karena Prosi sudah menyelesaikan kerja sama dan komitmennya di klinik. Ada banyak spekulasi dan angan-angan tak berujung tentang masa depan klinik. Semua seakan-akan membingungkan dan tanpa pengharapan. Melihat teman-teman yang lemah dan tidak berpengharapan juga terus menerus membuat saya berpikir dan berdoa, “Tuhan apa yang sedang Kau kerjakan atas kami? Tuhan, apa yang sedang ingin Tuhan ajarkan pada kami? Tuhan, kami bisa apa jika Prosi sudah tidak bersama-sama dalam perjuangan ini?” Sungguh belajar tetap menaruh iman di tangan Tuhan bukan perkara yang mudah. Karena semua yang kami lihat seakan-akan hanya jalan buntu.

Akhirnya dalam ketegasanNya dan kelembutanNya, Dia berbicara lagi-lagi Dia pakai bahan saat teduh yang sedang saya baca. Kitab Keluaran sedang saya baca sampai di titik Allah menyesal membawa Bangsa Israel keluar dari Mesir. Kita padahal sudah melihat ‘laut yang terbelah’ untuk Klinik Pratama Ume Manekan. Tapi kami juga tidak ada bedanya dengan Bangsa Israel, tetap mengeluh dan hampir-hampir tidak percaya kepada Tuhan. Bukannya memperbaiki diri, bukannya berkomitmen untuk belajar percaya kepada pemeliharaan Tuhan, tapi yang kami pikirkan hanya masalah perut kami masing-masing. Tidak ada bedanya dengan Bangsa Israel yang mengeluh “Ah, kalau kami mati tadinya di tanah Mesir q  oleh tangan TUHAN ketika kami duduk menghadapi kuali berisi daging dan makan roti r  sampai kenyang! Sebab kamu membawa kami keluar ke padang gurun ini untuk membunuh s  seluruh jemaah ini dengan kelaparan." Keluaran 16: 3. Keluhan-keluhan seperti ini akhirnya membawa Tuhan berkali-kali juga ingin membinasakan Bangsa Israel. Tapi Musa berdiri di tengah! Dia menjadi peloby untuk Bangsa Israel di hadapan Tuhan. Dia memohon supaya Tuhan jangan memusnahkan Bangsa Israel. Singkat cerita, mereka dibawa berputar-putar 40 tahun di padang gurun, karena Allah tidak berkenan bangsa ini masuk ke Tanah Perjanjian. Bahkan Musa saja tidak diizinkan Tuhan memasuki Tanah Perjanjian. Hanya Yosua dan Kaleb yang diizinkan memasukinya.

Hari ini dalam rintik hujan Tuhan berbicara: “Kalian mau menjadi yang mana? Bukankah selama ini kalian menjadi seperti Bangsa Israel yang layak mendapatkan padang gurun dan berputar-putar untuk 40 tahun? Atas dasar apa Aku harus membawa kalian ke Tanah Perjanjian itu?” Kita lupa kalau kita ini memang serakah. Mengingini masuk Tanah Perjanjian tapi juga bersikap seolah-olah kita dapat mengatur Tuhan untuk semua keinginan hati kita. Kita setiap hari berdoa memohonkan hal-hal berkat untuk kita tapi mempercayai caraNya saja sulit. Kita setiap hari meminta Dia menolong semua perkara hidup kita seperti mau kita, tapi untuk belajar tinggal tenang dan percaya pada ketetapanNya saja tidak mau. Sebenarnya memang kita layak untuk berputar-putar di padang gurun dan menjadi angkatan yang dihabisi oleh Tuhan sampai tidak layak masuk Tanah Perjanjian!

Dalam Alkitab sudah ditulis sebanyak 365 kali tentang jangan takut. Tapi kita selalu mengkhawatirkan dan takut akan masa depan kita. Seolah-olah kita bukan manusia berTuhan. Sebetulnya semakin kita takut, kita mengingkari keberadaan Allah dalam hidup kita. Dengan kata lain, kita sedang tidak percaya kepada Tuhan. Maka istilah ‘orang percaya’ itu tidak pantas kita pakai sebenarnya. Teguran sekeras ini, seharusnya cepat-cepat membawa kita kepada pertobatan sebelum kita benar-benar dihabisi oleh Tuhan di padang gurun. Iman yang Allah hendaki ada harus kita minta dari Tuhan. Sehingga dalam segala ketidakjelasan ini, kita harus terus memandang kepada Tuhan. Jangan kita tetap tegar tengkung dan tidak mau mendengar Tuhan. Jangan sampai kita menanggung akibat dari ketidakpercayaan, dari kekurangan iman kita, atau bahkan dari dosa yang kita tidak segera selesaikan di hadapan Tuhan. Karena pada akhirnya kita sendiri yang akan merasakan akibatnya. Dihabisi di padang gurun atau memasuki Tanah Perjanjian itu.

Semakin saya renungkan, betapa malunya kita, Tuhan sudah pernah sebaik itu kepada Klinik Pratama Ume Manekan. Tuhan bawa orang-orang dari segala penjuru negeri untuk menolong klinik dengan dahsyatnya. Tuhan mencukupkan semua yang diperlukan. Walaupun pada saat itu kehidupan yang kita terima masih jauh dari nyaman seperti sekarang. Tapi hanya ucapan syukur dan hati melayani yang kita persembahkan bagi Tuhan. Sekarang saat kondisi sudah membaik, kita berbalik dan sulit sekali berprasangka baik kepada Tuhan. Semakin dalam saya berdoa, Roh Kudus mengingatkan bagaimana Yesus ditinggalkan oleh-oleh pengikutNya karena ajaranNya yang disampaikan di Kapernaum (Yohanes 6 : 60-71). Jika kita sulit mengikuti alur kerjaNya, maka Allah mempersilakan kita untuk undur.

Yohanes 6 : 61-66 “Yesus yang di dalam hati-Nya tahu, bahwa murid-murid-Nya bersungut-sungut tentang hal itu, berkata kepada mereka: "Adakah perkataan itu menggoncangkan imanmu? r  6:62 Dan bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia s  naik ke tempat di mana Ia sebelumnya t  berada? 6:63 Rohlah yang memberi hidup, u  daging sama sekali tidak berguna. Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup. 6:64 Tetapi di antaramu ada yang tidak percaya." Sebab Yesus tahu v  dari semula 2 , siapa yang tidak percaya dan siapa yang akan menyerahkan Dia. w  6:65 Lalu Ia berkata: "Sebab itu telah Kukatakan kepadamu: Tidak ada seorangpun dapat datang kepada-Ku, kalau Bapa tidak mengaruniakannya x  kepadanya." 6:66 Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya y  mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia.”

Dengan enteng dan ringan Yesus kemudian bertanya kembali kepada kedua belas rasul “Kamu tidak pergi juga? Silakan lo kalau mau ikutan, Aku tidak masalah.”

Yohanes 6: 67 : Maka kata Yesus kepada kedua belas murid-Nya: z  "Apakah kamu tidak mau pergi juga?"

Ngakak! Respon Yesus di luar nurul, kalau kata Gen Z. Tuhan tidak butuh orang-orang yang tidak bisa mengimani setiap Firman yang Dia sampaikan. Yesus tidak butuh banyak follower. Hanya dua orang saja dari ribuan dan ratusan ribu orang yang diselamatkan dari Mesir untuk masuk ke Tanah Perjanjian. Dia tidak meregresi kualitas iman itu sampai hari ini!

 Maka dalam pergumulan di SoE yang mungkin terasa berat ini, alih-alih hanya meminta keadilan dari Tuhan tapi kita juga mengoreksi diri, apakah kita sudah memilih sikap yang benar di hadapan Tuhan? Bagaimana kebergantungan kita selama ini di hadapan Tuhan? Benar-benar bergantung atau hanya tipuan saja? Apakah selama ini kita sudah benar-benar menjaga kekudusan hidup dan memilih mengerjakan yang benar di hadapan Tuhan? Apakah kita sudah benar-benar menuhankan Tuhan semata atau jangan-jangan kita lah yang kita tuhankan? Tuhan tidak dapat kita manipulasi!

Pelayanan di SoE adalah milik Tuhan! Yayasan manapun hanya alat di tanganNya. Jadi harus kita kembalikan semua kemuliaan dan kesuksesan itu kepada Tuhan, bukan kepada oknum tertentu. Jika hal ini masih terjadi, tidak heran Dia menghempaskan kita!

Kiranya kita semakin merendahkan hati! Kiranya kita semakin dimurnikan dalam api. Kiranya kita bukan menjadi pribadi yang membawa kekacauan tapi membawa kehidupan di tengah-tengah pergumulan ini. Tuhan Yesus memberkati. (t)

Sabtu, Juni 29, 2024

WC Rusak


“Bu Dok, ini karmana 4 WC di klinik son jadi, semua son bisa dipakai BAB, WC bau, airnya naik semua..” Begitulah pagiku suatu saat, mak Lodi lapor kalau 4 WC di klinik rusak. Airnya meluap, WC jadi bau sekali. Beberapa ruangan di klinik jadi tidak biasa baunya. Teman-teman bekerja dengan tidak nyaman. Apa yang ada di dalam meluap keluar dan berdampak ke banyak orang. Saya tidak mengerti tentang WC. Akhirnya dr David pulang dari Jakarta. Dan masalah yang sama terulang lagi. Ya sudah saya pikir biar laki-laki saja yang urus. Daripada saya yang urus malah jadi masalah baru.

Lukas 6: 45 “Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya.” Ayat ini tiba-tiba muncul dalam pergumulan tentang WC di klinik. Beberapa kali saya saat teduh Allah berbicara jelas mengenai hal ini. Mak Lodi akhir-akhir ini sudah bekerja dengan sangat luar biasa. Semua kamar mandi di klinik dia bersihkan dengan seksama. Wangi dan lantainya tidak licin lagi. Maka ketika ada bau busuk, kami heran. Datang dari mana ya bau itu? Ternyata datang dari dalam septic tank. Apa yang di dalam jika kepenuhan pasti meluap keluar. Kebetulan ini kotoran, jadi ketika meluap pasti bau busuk.

Sebagai manusia kita harus menyadari tidak semua barang baik ada dalam hati kita. Ada juga barang yang jahat dalam hati kita. Dua barang ini bisa meluap kapan saja. Tergantung pemantiknya, atau ketika sudah meluap tidak cukuplah penampungnya, tadaaa.. inilah. Saya tidak menyangka Allah akan berbicara dan menegur saya melalui WC. Kadang-kadang Allah itu memang kidding. Hahaha. Sekarang saya berpikir bagaimana supaya membersihkan barang jahat yang ada dalam hati saya? Bagaimana saya bisa punya perbendaharaan barang baik saja dalam ahti saya? Bagaimana membersihkan barang jahat dalam hati saya? Allah pun menjawabnya melalui Mak Lodi.

Mak Lodi berangkat lebih pagi dari kami semua untuk membersihkan klinik termasuk kamar mandi. Ada usaha lebih yang dikeluarkan. Lalu dia juga meminta cairan dengan merk tertentu untuk membersihkan noda membandel. Dia juga menggosok dengan lebih kuat untuk noda-noda yang membandel. Dan untuk WC yang rusak, dia mengajukan perbaikan kepada pimpinan. “Tita, seperti itulah juga yang harus kamu lakukan. Harus usaha lebih. Ada waktu yang dikeluarkan untuk membaca Firman, ada usaha untuk memikirkan hal-hal baik, ada usaha untuk memasukkan hal-hal baik dan jika mentok mintalah bantuanKu.” Dengan lembut Dia menjawab dalam perenungan saya di ruang poli umum.

Dia menghargai setiap waktu yang kita usahakan untuk membaca Firman lebih banyak dan lebih dalam. Tuhan menghargai dan menolong kita saat kita memilih mengerjakan dan membaca hal-hal baik. Tuhan juga turun tangan saat ada hal-hal yang perlu sentuhan khususNya. Dia tahu kita tidak bisa mengerjakan hal ini sendiri. Dia tahu kita terbatas dan tidak sempurna. Dia hadir untuk mengajar, menguatkan dan membimbing. Terbukti dari perkara WC ini saya mendengar suaraNya yang lembut.

Semakin tambah usia saya, saya melihat hal-hal dasar menjadi sangat penting dan itu sebenarnya nafas hidup saya. Saat teduh memang diajarkan saat saya menjadi petobat baur. Tapi saat teduh itu sekarang benar-benar saya nantikan. Karena dengan saat teduh saya bisa mengisi hati saya dengan perbendaharaan yang baik. Firman Tuhan yang say abaca sedikit-sedikit masuk dalam memori saya dan menghapus pelan-pelan kekhawatiran, kegelisahan dan ketakutan saya.

Saya melihat, kuasa Tuhan yang besar itu dalam banyak perkara-perkara sederhana dalam hidup kami. Dari WC rusak, kuasa Tuhan terasa mengubahkan hati. Dengan mencuci piring, membersihkan rumah saya belajar ketekunan dan keteraturan Tuhan. Dengan mencuci baju, menjemur baju dan melipat pakaian saya belajar ketangguhan melawan suhu dingin, saya belajar setia dan tangguh dalam pergumulan yang sulit. Jadi saya pikir Tuhan memang menyertai dan terus berbicara. Kalau dalam pekerjaan sebagai dokter pasti, semua orang sudah sering berbagi, tapi kali ini Tuhan kuat berbicara dalam pekerjaan rumah yang sepertinya remeh.

Hari ini saya bersyukur ada WC rusak ini. (t)


Jumat, Mei 24, 2024

Non-Absorbable, Sebuah Renungan melalui Konflik

 


Sudah tujuh bulan saya tinggal di Tanah Timor. Ada satu anak laki-laki Silu yang tinggal dengan kami di rumah. Hampir tiap hari saya mengomel karena hal-hal yang sama. Hal-hal itu seperti berbohong atau tidak izin saat akan pakai motor suami. Saya mengomel terus tapi dilakukan terus juga. Lalu satu hari suami saya yang mengomel, dan saya perhatikan muka anak ini. Dia seperti acuh tidak mau dengar. Mengelus dada! Saya cuma bisa mengelus dada. Pantas saja dia selalu melakukan kesalahan yang itu itu lagi karena dia tidak pernah mendengarkan ketika ditegur.

Lalu saya teringat saat masih kuliah. Saya ada dalam sebuah persekutuan mahasiswa. Kami membahas tentang menegur dalam kasih. Baru selesai dibahas, lalu ada satu teman menegur dengan emosi dan kami melihat tidak dengan kasih. Spontan kawan saya nyeletuk, “Barusan juga dibahas, sabar-sabar..” Sering juga itu saya! Tuhan berkali-kali menyampaikan sesuatu tapi kita acuh. Tidak mendengarkan dengan seksama, tidak bersikap rendah hati, akhirnya teguran atau ajaran apapun lewat alih-alih terserap dalam hati dan bermanifestasi dalam tindakan yang diperbaharui dalam kebenaran, malah terpental.

Dalam sebuah konflik di sebuah keluarga, persekutuan, organisasi, pasti ada kala proses rekonsiliasi berjalan alot. Bukan karena yang bersangkutan tidak mau berdamai. Tapi karena ada hal-hal yang perlu direnungkan dan diendapkan dalam hati masing-masing. Seseorang kadang perlu melalui sebuah fase denial, marah, tawar menawar, depresi dan kemudian bisa menerima.

Dalam fase denial, seseorang akan berusaha sekuat tenaga akan memberi pembelaannya. Dia berusaha menyampaikan dia tidak bersalah, itu bukan aku tapi dia! Dalam setiap konflik pasti semuanya salah, semua ada andil. Bahkan saya dengan anak Silu ini, saya juga ada salahnya. Semua orang akan diajak untuk melihat bahwa kita benar, dan yang salah dia. Jika tidak hati-hati mulut kita akan berdosa dan menimbulkan Gospel (Gosip Pelayanan) yang akan sangat mudah dipercaya bahkan bisa menimbulkan dosa komunal. Saya belajar diam, walau dalam hati sangat berkecamuk.

Seru memang melalui konflik ini, setelah bisa punya banyak waktu merenung, maka kita akan marah. Fase berikutnya karena kita mulai ditegur, diingatkan dan tidak terima. Tapi begitupun kita perlu melaluinya dalam kekuatan Ilahi. Fase ini harus lewat supaya kita bisa sampai di fase tawar menawar. Kita mulai bisa melihat kita bersalah, dan mulai bersiap untuk dengan gentle menerima konsekuensi dari kesalahan bahkan kebodohan kita. Makin seru lagi karena kemudian kita menjadi depresi! Kita melihat kita bersalah sebegitu dahsyat. Dan ya, kita layak dihukum! Dalam fase ini jika kita lupa bahwa Allah Maha Pengampun, maka kita dapat menjadi pribadi yang terhilang. Pilihan untuk kita ada dua: bertobat atau makin bebal. Ketika kita memilih bertobat, maka kita sampai di fase terakhir menerima dalam segala anugrah Tuhan. Percayalah jika kita bertobat, kita akan mengalami pulihnya Persekutuan kita dengan Allah dan sesama. Orang-orang yang kita anggap musuh di fase awal, seketika kita akan melihat mereka jugalah yang mengasihi kita dengan sebegitu rupa dan bisa menerima kita kembali, apa adanya!

Allah memproses saya dengan sangat dahsyat akhir-akhir ini. Sebuah istilah “Diam bukan berarti tidak melakukan sesuatu” itu benar. Allah terkesan diam bagi saya. Dia terasa jauh. Tapi ternyata Dia bekerja. Saat saya mempertanyakan, Tuhan Engkau dimana, sebenarnya Dia duduk di sebelah saya, memeluk saya. Akhir-akhir ini baru saya menyadarinya. Dia mengajar “Diam Ta, badai itu sudah berhenti Aku di sini, tapi kalau kamu tidak menenangkan dirimu, siapa lagi yg akan bantu?” Yaa, saya belajar memakai kehendak bebas itu untuk diam dan menenangkan diri. Di saat itu, hati dan otak ini bisa menjadi seperti spons yang bisa menyerap semua Firman yang saya dengar.

Ketika kita belum mau diproses maka kita akan sulit mendengarkan kehendakNya. Kita akan sulit berubah apalagi melihat kesalahan kita, bisa dibilang impossible. Tapi ketika kita memutuskan merendahkan hati di bawah Salib Kristus, mau disalahkan bahkan siap menerima segala hukuman atas tindakan kita, Anugrah itu bekerja. Dengan Ajaib Roh Kudus terasa sengatNya. Kita yang sebentar lagi masuk dalam jurang kepahitan, seperti ditahan Tuhan untuk selamat. Tangan kita seperti ditarik sekuat tenaga untuk tidak terjun ke dalamnya. Inipun juga anugrah Tuhan. Dalam segala kemarahan, tangisan dan hancur hati, Dia menegur dengan keras melalui FirmanNya, melalui sesama, melalui alam itupun anugrah Tuhan.

Sikap acuh itu kemudian diubah Tuhan. Telinga yang tidak bisa mendengar akhirnya bisa memperhatikan dengan seksama. Hati yang keras akhirnya dilembutkan. Tanah berbatu itu akhirnya menjadi subur. Benih yang ditaburkan akhirnya tumbuh dengan baik. Firman Tuhan akhirnya bisa diserap dengan baik, berakar, bertumbuh dan berbuah.

Sebuah lirik pujian berbahasa Inggris menyapa saya, “Will you love the ‘you’ you hide, if I but call your name?” Mengikut Kristus memiliki konsekuensi ini. Penyangkalan diri seumur hidup! Jika hari ini berhasil menyangkali diri, tenang, besok akan mengalami lagi. HAHAHA! Karena ini proses seumur hidup. Dia makin besar, kita makin kecil.

Apalah kita ini, hanya seperti ombak di tepi pantai, seperti asap yang sekarang ada lalu kemudian lenyap. Walau begitu, Allah terlalu mengasihi kita, Dia relakan anakNya yang Tunggal untuk menebus dosa kita. Masih layakkah kita bertindak seperti Tuhan kepadaNya? Masih layakkah kita menganggap diri kita tidak bersalah padahal sangat tidak kebal dosa? Dalam segala kerapuhan, Allah merengkuh dengan indah, Dia memperdamaikan segala sesuatu. Mari belajar berdamai juga, dengan Allah, dengan diri sendiri, dengan sesama, dan dengan alam ini. Tuhan pasti akan menolong! (ti)

Belas Kasihan

dr. Prasarita Esti Pudyaningrum Hidup di dunia penuh tuntutan, target tinggi, dan penuh dengan ekspektasi melampaui batas dari orang lain ...